Penyakit adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi dan /atau morfologi suatu organ dan/atau jar tubuh. (Achmadi’05)
Lingkungan adalah segala sesuatu yg ada disekitarnya (benda hidup, mati, nyata, abstrak) serta suasana yg terbentuk karena terjadi interaksi antara elemen-elemen di alam tersebut. (Sumirat’96)
Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.
Situasi di Indonesia
Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. ISPA dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakt di hampir seluruh Puskesmas di Indonesia.
Menurut Profil Ditjen PP&PL thn 2006, 22,30% kematian bayi di Indonesia akibat pneumonia. sedangkan morbiditas penyakit diare dari tahun ketahun kian meningkat dimana pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk, lalu meningkat menjadi 301 per 1000 penduduk pada tahun 2000 dan 347 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Pada tahun 2006 angka tersebut kembali meningkat menjadi 423 per 1000 penduduk.
Paradigma Kesehatan Lingkungan
Dalam upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, maka perlu diketahui perjalanan penyakit atau patogenesis penyakit tersebut, sehingga kita dapat melakukan intervensisecara cepat dan tepat.
Patogenesis penyakit dapat digambarkan seperti dibawah ini:
Sumber : Ahmadi, 2005
Dengan melihat skema diatas, maka patogenesis penyakit dapat diuraikan menjadi 4 (empat) simpul, yakni :
Simpul 1: Sumber Penyakit
Sumber penyakit adalah sesuatu yang secara konstan mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit merupakan komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit baik melalui kontak secara langsung maupun melalui perantara.
Simpul 2: Komponen Lingkungan Sebagai Media Transmisi,
Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karna dapat memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim dikena sebagai media transmisi adalah:
- Udara
- Air
- Makanan
- Binatang
- Manusia / secara langsung
Simpul 3: Penduduk
Komponen penduduk yang berperan dalam patogenesis penyakit antara lain:
Limbah-b31Dalam pengeolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Didalam pengelolaan limbah B3, prinsip pengelolaan tidak sama dengan pengendalian pencemaran air dan udara yang upaya pencegahanna di poin source sedangkan pengelolaan limbah B3 yaitu from cradle to grave. Yang dimaksud dengan from cradle to grave adalah pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai dengan di timbun / dikubur (dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan, ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur). Pada setiap fase pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dan yang menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena setiap usaha pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karakteristiknya.
Menurut PP 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan / atau beracun yang karena sifat dan / atau konsentrasinya dan / atau jumlahnya, baik secara langsung dapat mencemarkan dan / atau merusak lingkungan hidup, dan / atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, keangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas, semua limbah yang sesuai dengan definisi tersebut dapat dikatakan sebagai limbah B3 kecuali bila limbah tersebut dapat mentaati peraturan tentang pengendalian air dan atau pencemaran udara. Misalnya limbah cair yang mengandung logam berat tetapi dapat diolah dengan water treatment dan dapat memenuhi standat effluent limbah yang dimaksud maka, limbah tersebut tidak dikatakan sebagai limbah B3 tetapi dikategorikan limbah cair yang pengawasannya diatur oleh Pemerintah.
mengklasifikasikan atau menggolongkan apakah limbah tersebut merupakan limbah B3 atau bukan.
menentukan sifat limbah tersebut agar dapat ditentukan metode penanganan, penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan atau penimbunan.
menilai atau menganalisis potensi dampak yang ditimbulkan tehadap lingkngan, atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya
Tahapan yang dilakuka dalam identifikas limbah B3 adalah sebagai berikut:
Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana ditetapkan pada lampiran 1 (Tabel 1,2, dan 3) PP 85/1999.
Apabila tidak termasuk dalam jenis limbah B3 seperti lampiran tersebut, maka harus diperiksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik: mudah meledak, mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi dan atau bersifat infeksius.
apabila kedua tahap telah dijalankan dan tidak termasuk dalam limbah B3, maka dilakukan uji toksikologi.
Karakteristik Limbah B3
Selain berdasarkan sumbernya (Lampiran 1,2 dan 3 PP 85/1999), suatu limbah dapat diidentifikasi sebagai limbah B3 berdasarkan uji karakteristik. Karakteristik limbah B3 meliputi:
mudah meledak
mudah terbakar
bersifat reaktif
beracun
menyebabkan infeksi
dan bersifat korosif
Suatu limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 berdasarkan karakteristiknya apabila dalam pengujiannya memiliki satu atau lebih kriteria atau sifat karakteristik limbah B3.
Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 6 prinsip higiene dan sanitasi makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:
A. Suhu penimpanan yang baik
Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi:
1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C
Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C
2. Makanan jenis telor, susu dan olahannya
Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C
Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C
Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C
3. Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu 70 sampai 100 C
4. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C). penyimpanan-bahan-makanan
B. Tata cara Penyimpanan
1. Peralatan penyimpanan
a. Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:
Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100 – 150 C untu penyimpanan sayuran, minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da minuman dingin.
Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10 - 40 C dalam keadaanisi bisa digunakan untuk minuma, makanan siap santap dan telor.
Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat digunakan untuk penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.
Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan beku (frozen food) dengan suhu mencapai -200 C untuk menyimpan daging dan makanan beku dalam jangka waktu lama.
b. Penyimpanan suhu kamar
Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu kamar, maka rang penyimpanan harus diatur sebagai berikut:
- Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai dan langit-langit, maksudnya adalah:
untuk sirkulasi udara agar udara segar dapatsegera masuk keseluruh ruangan
mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus
untuk memudahkan pembersihan lantai
untuk mempermudah dilakukan stok opname
- Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur
- Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan sehigga tidak mengotori lantai
C. Cara penyimpanan
Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya, maksudnya agar suhu dapat merata keselutuh bagian
Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah (container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari yang berbeda.
Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan.
Penyimpanan didalam lemari es:
Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap
Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain, kalau mungin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan.
Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari harus sudah dipergunakan
Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkn lemari untuk keperluan sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan
Penyimpanan makanan kering:
a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik
b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab
c. Rak-rak berjarak minimal 15 cmdari dinding lantai dan 60cm dari langit-langit
d. Rak mudah dibersihkan dan dipindahkan
e. Penempanan dan pengambilan barang diatur dengan sistem FIFO (firs in first out) artinya makanan yang masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu
D. Administrasi penyimpanan
Setiap barang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh bagian gudang untuk ketertiban adminisrasinya. Setiap jenis makanan mempunyai kartu stock, sehingga bila terjadi kekurangan barang dapat segera diketahui.
Air merupakan kebutuhan essensial bagi mahluk hidup. Tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi ini. Sekitar 71% komposisi bumi terdiri dari air. Rumus kimia air adalah H2O (tersusun atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen). Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
Setiap orang di muka bumi ini membutuhkan kurang lebih 2 liter air bersih untuk minum setiap hari dan sekitar 13 juta m3 untuk seluruh penduduk dunia setiap harinya. Kegunaan air bagi kehidupan manusiaantara lain: irigasi ±70% (pertanian, perkebunan, perikanan), air minum dan higiene sanitasi, industri dan rumah sakit, transportasi, rekreasi, dll.
Sumber Air
Sumber air dapat di bedakan menjadi 3 yaitu:
1. Air hujan langsung
2. Air permukaan (air sungai, mata air, air danau, air situ, air beku/salju)
Air permukaan merupakan air hujan yang turun dan mengalir di permukaan bumi dan berkumpul pada suatu tempat yang relatif rendah, seperti sungai, danau, laut dan sebagainya. Kuantitas air permukaan dipengaruhi oleh musim dan kualitasnya mudah terkontaminasi oleh kondisi lingkungan dan cara penggunaannya
3. Air tanah
Air tanah dapat dibedakan menjadi Air tanah dangkal < 40m, air tanah dalam 40-200 m, air tanah sangat dalam >200 m. Secara kualitas air tanah baik sebagai sumber air minum. Namun kualitas air tanah biasanya mengandung Ca, Mg dan kesadahan yang tinggi. Pencemaranair tanah dapat terjadi karena abrasi air laut, bakteri dari sistem pembuangan air kotor yang tidak baik, pestisida dari pertanian, dll.
Kuantitas dan Kualitas Air
Dalam Fase Siklus Hidrologi, kuantitas air tidak berubah, namun wujudnya saja yang berubah. Kuantitas air di dunia seperti dibawah ini:
a. Air di daratan 2,8
Danau air tawar 0,009
Danau air asin dan laut daratan 0,008
Sungai 0,0001
Kelembaban tanah dan air vadose 0,005
Air tanah sampai kedalaman 4000 m 0,61
Es dan glaciers 2,14
b. Air di Atmosfir 0,001
c. Air di Lautan 97,3
Kualitas air dapat diukur melalui beberapa pameter yaitu Parameter Fisik, kimia, dan biologi. Jika kualitas air tidak terpenuhi dengan baik dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Kulitas air juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: Iklim (curah hujan, suhu, tekanan udara), kandungan unsur kimia tanah (geologi), aktivitas manusia.
Pencemaran Air
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Sumber Pencemaran Air :
Direct / langsung: pencemar langsung mencemari sumber air tanpa melalui perantara contohnya:pencemaran air karena tumpahan minyak.
Indirect / tidak langsung : pencemar masuk ke sumber air melalui tanah atau sistem air tanah (cth: pencemaran air tanah oleh pestisida dar kegiatan pertanian) dan dari atmosfir melalui hujan.
ISPA merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi balita di Indonesia. Kriteria penderita ISPA dalam penata laksanaannya adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernafas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 4 bagian, yaitu :
a. Pemeriksaan
b. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
c. Penentuan klasifikasi penyakit
d. Pengobatan
Dalam menentukan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok untuk umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dan kelompok untuk umur kurang 2 bulan.
a. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun klasifikasi di bagi atas :pneumonia
Pneumonia berat
Pneumonia
Bukan pneumonia
b. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan klasifikasi dibagi atas :
Pneumonia berat
Bukan pneumonia
Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis.
Pola tatalaksana ISPA yang diterapkan dimaksudkan untuk tatalaksana penderita pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa. Hal ini berarti penyakit yang penanggulangannya dicakup oleh Program P2 ISPA adalah pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa, sedangkan penyakit ISPA lain seperti pharyngitis, tonsillitis, dan otitis belum dicakup oleh program ini. Menurut tingkatannya pneumonia di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Pneumonia berat
Berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 tahun – < 5 tahun. Sementara untuk kelompok usia < 2 bulan, klasifikasi pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast brething), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest indrawing).
1. Pneumonia
Berdasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat (fast brething) pada anak usia 2 bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan untuk anak usia 1 sampai <5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit atau
2. Bukan Pneumonia
Mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (common cold), phryngitis, tonsilitas, otitis atau penyakit ISPA non pnumonia lainnya.
Untuk tatalaksana penderita di rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagi kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dikenal pula diagnosis pneumonia sangat berat yaitu batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.
Sumber:
Depkes RI, Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, 2001
Melanjukan tulisan terdahulu tentang ISPA serta klasifikasi ISPA pada Balita, maka kita perlu mengetahui beberapa faktor resiko ISPA pada Balita. Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
Umur < 2 bulan
Laki-laki
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tidak mendapat ASI memadai
Polusi udara
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Membedong anak (menyelimuti berlebihan)
Defisiensi vitamin A
b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
Umur < 2 bulan
Tingkat sosial ekonomi rendah
Gizi kurang
Berat badan lahir rendah
Tingkat pendidikan ibu yang rendah
Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
Kepadatan tempat tinggal
Imunisasi yang tidak memadai
Menderita penyakit kronis
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak , serta faktor perilaku.
1. Faktor lingkungan
a. Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun.
b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.
Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.
2. Faktor individu anak
a. Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh veirus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan.
b. Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.
c. Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama.
d. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan erlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.
3. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.
Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.
Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan sarana pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit, bila tidak ditangani dengan benar akan dapat mencemari lingkungan. Berbagai upaya penting dilakukan, sehingga pengelolaan limbah rumah sakit dapat dilakukan optimal, sehingga masyarakat dapat terlindungi dari bahaya pencemaran lingkungan dan penyakit menular yang bersumber dari limbah rumah sakit.
Karakteristik utama limbah rumah sakit adalah adanya limbah medis (karena selain limbah medis, rumah sakit juga menghasilkan limbah domestik, bahkan limbah radio aktif). Limbah non-medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman dan lainnya. Limbah medis adalah limbah yang berasal dari kegiatan pelayanan medis. Berbagai jenis limbah medis yang dihasilkan dari rumah sakit dan unit pelayanan medis lainnya dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan terutama pada saat pengumpulan, penampungan, penanganan, pengangkutan dan pembuangan serta pemusnahan.
Menurut WHO, beberapa jenis limbah rumah sakit dapat membawa risiko yang lebih besar terhadap kesehatan, yaitu limbah infeksius (15% s/d 25%) dari jumlah limbah rumah sakit. Diantara limbah¬limbah ini adalah limbah benda tajam (1%), limbah bagian tubuh (1%), limbah obat-obatan dan kimiawi (3%), limbah radioaktif dan racun atau termometer rusak (< 1%).
Pada dasarnya limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Limbah rumah sakit dapat berbentuk padat, cair, dan gas yang dihasilkan dari kegiatan diagnosis pasien, pencegahan penyakit, perawatan, penelitian, imunisasi terhadap manusia dan laboratorium yang mana dapat dibedakan antara limbah medis maupun non medis yang merupakan sumber bahaya bagi kesehatan manusia maupun penyebaran penyakit di lingkungan masyarakat
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis dan non-medis Limbah medis adalah limbah yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Beberapa pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan limbah rumah sakit, khususnya terhadap penurunan kualitas lingkungan dan terhadap kesehatan antara lain, terhadap gangguan kenyamanan dan estetika, terutama disebabkan karena warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, bau feses, urin dan muntahan yang tidak ditempatkan dengan baik dan rasa dari bahan kimia organik. Penampilan rumah sakit dapat memberikan efek psikologis bagi pemakai jasa, karena adanya kesan kurang baik akibat limbah yang tidak ditangani dengan baik.
Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan kerusakan harta benda. Dapat disebabkan oleh garam-garam terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit. Selain itu limbah rumah sakit menyebabkan gangguan atau kerusakan tanaman dan binatang. Hal ini terutama karena senyawa nitrat (asam, basa dan garam kuat), bahan kimia, desinfektan, logam nutrient tertentu dan fosfor.
Terhadap gangguan kesehatan manusia, limbah medis rumah sakit terutama karena berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, desinfektan, serta logam seperti Hg, Pb, Chrom dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi. Gangguan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi gangguan langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan limbah tersebut, misalnya limbah klinis beracun, limbah yang dapat melukai tubuh dan limbah yang mengandung kuman pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit dan gangguan tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, baik yang tinggal di sekitar rumah sakit maupun masyarakat yang sering melewati sumber limbah medis diakibatkan oleh proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan limbah tersebut.
Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan gangguan genetik dan reproduksi. Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan system reproduksi manusia, misalnya pestisida (untuk pemberantasan lalat, nyamuk, kecoa, tikus dan serangga atau binatang pengganggu lain) dan bahan radioaktif.
Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan infeksi silang. Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme pembawa penyakit melalui proses infeksi silang baik dari pasien ke pasien, dari pasien ke petugas atau dari petugas ke pasien. Pada lingkungan, adanya kemungkinan terlepasnya limbah ke lapisan air tanah, air permukaan dan adanya pencemaran udara, menyebabkan pencemaran lingkungan karena limbah rumah sakit.
Secara ekonomis, dari beberapa kerugian di atas pada akhirnya menuju kerugian ekonomis, baik terhadap pembiayaan operasional dan pemeliharaan, adanya penurunan cakupan pasien dan juga kebutuhan biaya kompensasi pencemaran lingkungan. Orang yang kesehatannya terganggu karena pencemaran l ingkungan apalagi sampai cacat atau meninggal, memerlukan biaya pengobatan dan petugas kesehatan yang berarti beban sosial ekonomi penderitanya, keluarganya dan masyarakat.
Reference:
• WHO. (2005) Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, EGC, Jakarta.
• Depkes. (2004) Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Dirjen P2M & PL.
Buang Air Besar merupakan bagian yang penting dari ilmu perilaku dan kesehatan masyarakat. Pembuangan tinja yang memenuhi syarat merupakan suatu kebutuhan kesehatan masyarakat, yang selalu bermasalah (setidaknya sampai saat ini), diakibatkan perilaku Buang Air Besar yang tidak sehat. Perilaku Buang Air Besar yang tidak sehat ini misalnya
Buang Air Besardi sungai yang menjadi saran penularan penyakit, Buang Air Besar di pekarangan atau tanah terbuka, buang air besar di parit atau selokan, Buang Air Besar di saluran irigasi sawah, dan buang air besar di pantai atau laut. Tempat-tempat ini adalah tempat yang tidak layak dan tidak sehat untuk buang air besar karena dapat menimbulkan masalah baru yang dapat membahayakan kesehatan manusia (Kusnoputranto, 2001).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokan buang air besar berdasarkan tempat yang digunakan sebagai berikut:
Buang Air Besar di tangki septic, adalah buang air besar yang sehat dan dianjurkan oleh ahli kesehatan yaitu dengan membuang tinja di tangki septic yang digali di tanah dengan syarat-syarat tertentu. buang air besar di tangki septic juga digolongkan menjadi:
Buang Air Besar dengan jamban leher angsa, adalah buang air besar menggunakan jamban model leher angsa yang aman dan tidak menimbulkan penularan penyakit akibat tinja karena dengan model leher angsa ini maka tinja akan dibuang secara tertutup dan tidak kontak dengan manusia ataupun udara.
Buang Air Besar dengan jamban plengsengan, adalah buang air besar dengan menggunakan jamban sederhana yang didesain mering sedemikian rupa sehinnga kotoran dapat jatuh menuju tangki septic setelah dikeluarkan. Tetapi tangki septiknya tidak berada langsung dibawah pengguna jamban.
Buang Air Besar dengan jamban model cemplung/cubluk, adalah buang air besar dengan menggunakan jamban yang tangki septiknya langsung berada dibawah jamban. Sehingga tinja yang keluar dapat langsung jatuh kedalam tangki septic. Jamban ini kurang sehat karena dapat menimbulkan kontak antara septic tank dengan menusia yang menggunakannya.
Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban. Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah perilaku buang air besar yang tidak sehat. Karena dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Buang Air Besar tidak menggunakan jamban dikelompokkan sebagai berikut:
Buang Air Besar di sungai atau dilaut : Buang Air Besar di sungan atau dilaut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan teracuninya biota atau makhluk hidup yang berekosistem di daerah tersebut. Selain itu, buang air besar di sungai atau di laut dapat memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja.
Buang Air Besar di sawah atau di kolam : Buang Air Besar di sawah atau kolam dapat menimbulkan keracunan pada padi karena urea yang panas dari tinja. Hal ini akan menyebakan padi tidak tumbuh dengan baik dan dapat menimbulkan gagal panen.
Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, buang air besar di Pantai atau tanah terbuka dapat mengundang serangga seperti lalat, kecoa, kaki seribu, dsb yang dapat menyebarkan penyakit akibat tinja. Pembuangan tinja di tempat terbuka juga dapat menjadi seBuang Air Besarpencemaran udara sekitar dan mengganggu estetika lingkungan (Kusnoputranto, 2001).
Faktor perilaku sering dijadikan alasan dan kambing hitam, kegagalan rencana kerja atau kegiatan. Seringkali hasil evaluasi, menjadikan faktor perilaku sebagai determinan kegagalan mencapai target. Berikut beberapa tulisan terkait pengertian dan aspek yang mempengaruhi perilaku.
Perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, emosi, inovasi. Faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
Pendapat lain menyatakan, perilaku adalah segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan oleh seseorang. Antara pelaku dan aksi terdapat hubungan yang implisit, sehingga perilaku dapat diubah melalui proses belajar. Sikap mempunyai pengaruh penting terhadap perilaku. Sikap tidak dapat diamati secara langsung tetapi sikap hanya dapat diraba melalui perilaku.
Perilaku dapat diartikan, merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon. Teori ini dikemukakan oleh Skinner, dan disebut dengan teori Stimulus-Organism-Response. Berdasarkan teori ini perilaku manusia dikelompokkan menjadi dua, yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka.
Perilaku tertutup (covert behavior) terjadi bila respon terhadap stimulus masih belum dapat diamati orang lain secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk covert behaviour yang diukur adalah pengetahuan dan sikap. Sedangkan perilaku terbuka terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan atau praktek yang dapat diamati orang dari luar.
Terdapat teori lain yang menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak faktor. Adakalanya perilaku seseorang dipengaruhi oleh kemampuannya, adapula karena kebutuhannya dan ada juga yang dipengaruhi oleh pengharapan dan lingkungannya Perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berasal dari dalam maupun luar dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif atau tanpa tindakan seperti berpikir, berpendapat, bersikap maupun aktif atau melakukan tindakan
Perilaku dipengaruhi oleh berbagai faktor individual, seperti kecakapan, kepribadian, persepsi dan pengalaman. Karakteristik perilaku adalah perilaku adalah akibat, perilaku diarahkan oleh tujuan, perilaku dapat diamati dan diukur, perilaku dapat dimotivasi. Perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan artinya perilaku umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu.
Proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, Faktor internal tersebut meliputi kecerdasan, persepsi, motivasi , minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Faktor eksternal meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.
Perilaku manusia dapat diukur melalui tiga ranah, yaitu: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (praktek). Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman. Pengetahuan merupakan domain yang penting, sehingga seseorang yang melakukan tindakan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif terdiri atas enam tingkatan yaitu, tahu (know) sebagai tingkatan yang paling rendah, kemudian memahami (comprehension) adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar. Tingkatan berikutnya aplikasi (application) merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Selanjutnya adalah analisis (analysis), merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi/objek ke dalam komponen-komponen. Tingkatan kelima merupakan tahap sintesis (synthesis) merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungakan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru ataupun menyusun suatu formula. Sedangkan tingkatan terakhir adalah evaluasi (evaluation), yang merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi.
Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai dari domain kognitif, yaitu si subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap. Akhirnya, objek yang telah diketahui dan didasari sepenuhnya akan menimbulkan respon berupa tindakan (praktek).
Perilaku manusia cenderung bersifat holistik (menyeluruh) dari tiga aspek, yaitu: fisiologi, psikologi dan sosial yang saling mempengaruhi dan sulit untuk dibedakan. Oleh karena itu, faktor penentu/ determinan perilaku sulit dibatasi, karena perilaku merupakan resultante dari berbagai jenis faktor, baik internal maupun eksternal. Bila masalah perilaku ini dianalisis lebih lanjut, maka terdapat faktor lain yang secara tidak langsung turut berpengaruh. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah pengetahuan/ pengalaman, keyakinan, fasilitas, dan sosial budaya.
Perilaku memiliki tiga domain atau bidang. Ketiga bidang domain tersebut adalah cognitive domain (bidang pengetahuan), affective domain (bidang sikap), dan psychomotoric domain (bidang praktek/tindakan). Masing-masing mempunyai tingkat kemampuan (level of competency).
Domain pengetahuan adalah perilaku terjadi karena pertumbuhan perkembangan bakat, belajar/pengalaman. Pengetahuan atau kognitif ini merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Domain sikap adalah perilaku, dibentuk oleh tiga komponen pokok yaitu berpikir, keyakinan dan emosi. Domain praktek atau tindakan adalah wujud dari sikap menjadi perbuatan nyata yang memerlukan faktor pendukung.
Reference:
Notoatmodjo, S. 2003, Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan . PT. Rineka Cipta, Jakarta
Green, L.W, dan Kreuter, M.W. 2000.Health Promotion Planning; An Educational and Environmental Approach, second edition, Mayfield Publishing Company, London.
Kebersihan peralatan makanan minuman yang telah dicuci dapat diketahui dengan uji angka kuman alat makan minum. Angka kuman adalah perhitungan jumlah bakteri yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang sesuai. Setelah masa inkubasi jumlah koloni yang tumbuh dihitung dari hasil perhitungan tersebut merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah dalam suspensi tersebut.
Alat makan yang digunakan harus sesuai dengan yang dipersyaratkan seperti bahan peralatan, keutuhan peralatan, fungsi dan letak peralatan. Kandungan bakteri dalam alat makan harus sesuai dengan standard Depkes, yaitu peralatan makan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung angka kuman yang melebihi 100/cm2 permukaan alat dan tidak boleh mengandung E.coli/cm2 permukaan alat. Bila lebih dari angka kuman yang ditentukan berarti tidak memenuhi syarat kesehatan. Untuk membuktikan apakah lingkungan tempat penjualan makanan dan higiene perorangan dalam mengelola kebersihan alat makan dalam kondisi yang baik maka perlu pemeriksaan angka kuman alat makan tersebut.
Pemeriksaan angka kuman alat makan dilakukan dengan usap alat makan dan pemeriksaan angka kuman di laboratorium dengan metode PCA (Plate Count Agar). Bila angka kuman yang terdapat pada alat makan lebih dari 100koloni/cm2 hal ini dapat mengkontaminasi makanan yang disajikan kepada pengunjung. Sehingga makanan yang terkontaminasi oleh mikrobia masuk ke dalam tubuh dan dapat menimbulkan penyakit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kuman alat makan adalah :
Bahan dasar alat makan: Bahan dasar piring antara lain dari kaca, keramik, plastik, perak dan lainnya. Bahan dasar sendok yang digunakan antara lain adalah stainless stell, kuningan, plastik, kaca dan lain-lain. Tekstur masing-masing alat makan ini berbeda sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Kondisi awal piring: Kondisi awal piring adalah kondisi awal dimana piring tersebut belum dibersihkan, sehingga masih ada kotoran yang menempel pada peralatan makan tersebut. Kotoran yang dapat menempel pada peralatan tersebut adalah:
Karbohidrat (nasi, sayuran, kentang)
Lemak /minyak (antara lain sisa-sisa margarin dan mentega)
Protein(sisa daging, ikan, telur)
Mineral, susu, dan endapan kerak.
Air pencuci: Penggunaan air pencuci untuk mencuci harus banyak, mengalir dan selalu diganti setiap kali untuk mencegah sisa kotoran dari pi ring.
Bak pencuci: Bak pencuci berhubungan dengan kontaminasi silang antara peralatan dan bak pencucian yang tidak bersih. Faktor lain adalah tenaga pencuci yang berhubungan dengan kualitas pencucian bahan makanan, peralatan makan dan peralatan masak yang digunakan. Juga alat penggosok, yang tergantung dari jenis alat penggosok yang digunakan misalnya dari sabut atau zat pembuang bau seperti abu gosok, arang atau jeruk nipis.
Pertumbuhan bakteri pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor dan setiap jenis bakteri membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu jenis dan jumlah mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap pangan juga berbeda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada pangan dibedakan atas dua kelompok yaitu :
Karakteristik pangan meliputi aktivitas air, nilai pH, kandungan zat gizi dan keberadaan senyawa anti mikroba.
Kondisi lingkungan yang terdiri dari suhu, keberadaan oksigen dan kelembaban.
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal, berdiameter antara 0,5-2,5 µm. Bentuk ada bulat, batang, koma atau spiral. Selnya berisi sitoplasma ada yang berkapsul, berspora dan ada yang mempunyai flagella. DNA bakteri terdiri dari kromosom dan plasmid. Sistem reproduksinya dengan cara membelah diri dan dalam pengecatan gram ada yang bersifat gram positif dan gram negatif. Bakteri dapat menghasilkan toksin terdiri dari endotoksin dan eksotoksin
Waktu yang diperlukan untuk pembelahan tersebut berbeda beda untuk tiap-tiap jenis bakteri, tetapi biasanya berkisar antara 15 30 menit pada ondisi yang ideal untuk pembelahan. Pada kondisi yang sangat baik kebanyakan sel bakteri dapat membelah dan berkembang biak dalam waktu kurang lebih dari 20 menit. Pada kecepatan yang tinggi ini satu sel bakteri dapat memperbanyak diri menjadi lebih dari 16 juta sel baru dalam waktu 8 jam.
Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan keracunan dan penyakit infeksi. Bakteri terdapat dimana-mana misalnya dalam air, tanah, udara, tanaman, hewan dan manusia. Di dalam pengolahan makanan, bakteri dapat berasal dari pekerja, bahan mentah, lingkungan, binatang dan fomite (benda-benda mati). Bakteri di dalam makanan dapat menyebabkan pembusukan makanan atau menyebabkan tersebarnya suatu penyakit. Bakteri yang dapat menyebabkan gejala sakit atau keracunan disebut bakteri patogen.
Article Source :
BPOM, (2003) Higiene dan Sanitasi Pengolahan Pangan. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Badan Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.
Bibiana, WL. (2000) Analisis Mikroba di Laboratorium. PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Penyajian makanan merupakan salah satu prinsip dari hygiene dan sanitasi makanan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:penyajian-makanan
1. Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan diusahakan tertutup. Tujuannya adalah
a. Makanan tidak terkontaminasi silang
b. Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan
c. Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.
2. Prinsip kadar air atinya penempatan makanan yang mengandung kadar air tinggi (kuah, susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak. Makanan yang disiapkan dalam kadar air tinggi (dalam kuah) lebih mudah menjadi rusak (basi)
3. Prinsip edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian adalah merupakan bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakaian bahan yang membahayakan kesehatan seperti steples besi, tusuk gigi atau bunga plastk.
4. Prinsip Pemisahan artinya makanan yang tidak ditempatkan dalam wadah seperti makanan dalam kotak (dus) atau rantang harus dipisahkan setiap jenis makanan agar tidak saling bercampur. Tujuannya agar tidak terjadi kontaminasi silang.
5. Prinsip Panas yaitu setiap penyajian yang disajikan panas, diusahakan tetap dalam keadaan panas seperti soup, gulai, dsb. Untuk mengatur suhu perlu diperhatikan suhu makanan sebelum ditempatkan dalam food warmer harus masih berada diatas 600 C. Alat terbaik untuk mempertahankan suhu penyajian adalah dengan bean merry (bak penyaji panas)
6. Prinsip alat bersih artinya setiap peralatan yang digunakan sepeti wadah dan tutupnya, dus, pring, gelas, mangkuk harus bersih dan dalam kondisi baik. Bersih artinya sudah dicuci dengan cara yang hygienis. Baik artinya utuh, tidak rusak atau cacat dan bekas pakai. Tujuannya untuk mencegah penularan penyakit dan memberikan penampilan yang estetis.
7. Prinsip handling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.
Tujuannya adalah:
a. Mencegah pencemaran dari tubuh
b. Memberi penampilan yang sopan, baik dan rapi
Sumber:
Depkes RI. Penyehatan Makanan dan Minuman, 1999.
Purawidjaja, Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan Jasaboga, 1995
Makanan adalah setiap benda padat atau cair yang apabila ditelan akan memberi suplai energi kepada tubuh untuk pertumbuhan atau berfungsinya tubuh. Sedangkan pengertian Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara upaya memelihara dan melindungi subjeknya. Sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor lingkungan yang dapat merupakan mata rantai penularan penyakit.
Berdasarkan pengertian diatas, maka sanitasi makanan adalah suatu upaya pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk dapat membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari sebelum makanan itu diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, penjualan sampai saat dimana makanan dan minuman itu dikonsumsi oleh masyarakat. Pengertian lain menyebutkan bahwa higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
Prinsip higiene dan sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor penyehatan makanan yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang, dan bahan makanan. Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan empat faktor yaitu tempat, orang, alat, dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan. Untuk mengetahui faktor tersebut dapat menimbulkan penyakit atau keracunan makanan, perlu dilakukan analisis terhadap rangkaian kegiatan 6 (enam) prinsip higiene dan sanitasi makanan. Prinsip higiene sanitasi makanan yang diperlukan untuk mengendalikan kontaminasi makanan, antara lain pemilihan bahan baku makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan, serta penyajian makanan.
Pemilihan bahan baku makanan : Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu dan aktifitas air (water aktivity=Aw) bahan baku.
Penyimpanan bahan makanan : Kerusakan bahan makan dapat terjadi karena tercemar bakteri, karena alam dan perlakuan manusia, adanya enzim dalam makanan yang diperlukan dalam proses pematangan seperti pada buah-buahan dan kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan, benturan dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dapat dikendalikan dengan pencegahan pencemaran bakteri. Sifat dan karakteristik bakteri seperti sifat hidupnya, daya tahan panas, faktor lingkungan hidup, kebutuhan oksigen dan berdasarkan pertumbuhannya. Terdapat empat cara penyimpanan makanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan, yaitu penyimpanan sejuk (cooling), penyimpanan dingin (chilling), penyimpanan dingin sekali (freezing), penyimpanan beku (frozen).
Pengolahan makanan : Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi.
Pengangkutan makanan : Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi risikonya daripada pencemaran bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak.
Penyimpanan makanan : Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak. Suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri di antaranya suasana makanan banyak protein dan banyak air (moisture), pH normal (6,8-7,5), suhu optimum (10°-60°C). Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya mikroorganisme patogen dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu proses pengolahan makanan maupun kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah. makanan, kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruangan. Kondisi optimum mikroorganisme patogen dalam makanan siap saji ini akan mengakibatkan mikroorganisme berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam.
Faktor risiko kejadian foodborne diseases yaitu pada proses pembersihan alat makan kontak dengan makanan. Faktor risiko juga dapat disebabkan oleh temperatur dan waktu penyimpanan tidak baik, rendahnya personal hygiene, dan alat makan yang tercemar.
Penyajian makanan : Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap/laik santap. Laik santap dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis. Dalam prinsip penyajian makanan wadah untuk setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah, dan diusahakan tertutup. Tujuannya agar makanan tidak terkontaminasi silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat diselamatkan, serta memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan pangan.
Jenie, BS Laksmini. (1996) Sanitasi dalam Industri Pangan, Fakultas Teknolgi Pertanian. IPB :Bogor.
Saksono, L. (1986) Pengantar Sanitasi Makanan. Penerbit Alumni : Bandung.
Anwar., Sudarso., Kuslan., Kusmiati., Tanudjaja.,Karmini., Soemini., Marli na, Sanropie., Purawidjaja. (1988) Sanitasi Makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Depkes RI: Jakarta.
Setelah membicarakan tentang Pengertian Bimbingan Kelompok, penulis juga akan menyampaikan alasan dan tujuan menggunakan layanan Bimbingan Kelompok. Manfaat ini akan dapat dirasakan jika dalam Tahap Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok ini benar dan terarah.
Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004: 547) adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Selain itu bimbingan kelompok bertujuan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topic yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Sementara itu, Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Tohirin (2007: 172) dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan layanan bimbingan kelompok secara umum
Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi perserta layanan (siswa).
Tujuan layanan bimbingan kelompok secara khusus
Secara lebih khusus layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yaitu peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa.
Melihat definisi beberapa ahli tersebut penulis menyimpulkan bahwa tujuan layanan bimbingan kelompok adalah untuk melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi, dan mewujudkan tingkah laku yang lebih efektif serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal.
Program ini dilakukan dilakukan di luar jam perlajaran dengan menciptakan kondisi sekolah atau kelas seperti di rumah sehingga tercipta kondisi yang bebas dan menyenangkan. Dengan kondisi tersebut siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah sehingga timbul suasana keakraban. Tujuan utama program ini adalah agar guru dapat mengenal siswanya secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara efsien.
Karyawisata dilaksanakan dengan mengunjungi dan mengadakan peninjauan pada objek-objek yang menarik yang berkaitan dengan pelajaran tertentu. Mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Hal ini akan mendorong aktivitas penyesuaian diri, kerjasama, tanggung jawab, kepercayaan diri serta mengembangkan bakat dan cita-cita.
3. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok merupakan suatu cara di mana siswa memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pikirannya masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam memlakukan diskusi siswa diberi peran-peran tertentuseperti pemimpin diskusi dan notulis dan siswa lain menjadi peserta atau anggota. Dengan demikian akan timbul rasa tanggung jawab dan harga diri.
4. Kegiatan Kelompok
Kegiatan kelompok dapat menjadi suatu teknik yang baik dalam bimbingan, karena kelompok dapat memberikan kesempatan pada individu (para siswa) untuk berpartisipasi secara baik. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil apabila dilakukan secara kelompok. Melalui kegiatan kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan tertentu dan siswa dapat menyumbangkan pemikirannya. Dengan demikian muncul tanggung jawab dan rasa percaya diri.
5. Organisasi Siswa
Organisasi siswa khususnya di lingkungan sekolah dan madrasah dapat menjadi salah satu teknik dalam bimbingan kelompok. melalui organisasi siswa banyak masalah-masalah siswa yang baik sifatnya individual maupun kelompok dapat dipecahkan. Melalui organisasi siswa, para siswa memperoleh kesempatan mengenal berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan siswa dalam organisasi siswa dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan memupuk rasa tanggung jawab serta harga diri siswa.
6. Sosiodrama
Sosiodrama dapat digunakan sebagai salah satu cara bimbingan kelompok. sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah siswa melalui drama. Masalah yang didramakan adalah masalah-masalah sosial. Metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama, individu akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial.
Pemecahan masalah individu diperoleh melalui penghayatan peran tentang situasi masalah yang dihadapinya. Dari pementasan peran tersebut kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalah.
7. Psikodrama
Hampir sama dengan sosiodrama. Psikodrama adalah upaya pemecahan masalah melalui drama. Bedanya adalah masalah yang didramakan. Dalam sosiodrama masalah yang diangkat adalah masalah sosial, akan tetapi pada psikodrama yang didramakan adalah masalah psikis yang dialami individu.
7. Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial (remedial teaching) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa untuk membantu kesulitan belajar yang dihadapinya. Pengajaran remedial merupakan salah satu teknik pemberian bimbingan yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa.
Jenis – jenis bimbingan di bedakan menjadi tiga, yaitu :
A. Bimbingan Pendidikan (Educational Guidance)
Dalam hal ini bantuan yang dapat diberikan kepada anak dalam bimbingan pendidikan berupa informasi pendidikan, cara belajar yang efektif, pemilihan jurusan, lanjutan sekolah, mengatasi masalah belajar, mengambangkan kemampuan dan kesanggupan secara optimal dalam pendidikan atau membantu agar para siswa dapat sukses dalm belajar dan mampu menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan sekolah.
Bimbingan pekerjaan merupakan kegiatan bimbingan yang pertama, yang dimulai oleh Frank Parson pada tahun 1908 di Boston, Amerika Serikat. Departemen tenaga kerja di negara ini telah memplopori bimbingan pekerjaan bagi kaum muda agar mereka memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat.
Bimbingan pekerjaan telah masuk sekolah dan setiap siswa di sekolah lanjutan tungkat pertama dan atas menerima bimbingan karir. Konsep Parson sangat sederhana, yaitu sekedar membandingkandan mengkombinasikan antara hasil analisis individual dan hasil analisis dunia kerja
C. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi merupakan batuan yang diberikan kepada siswa untuk embangun hidup pribadinya, seperti motivasi, persepsi tentang diri, gaya hidup, perkembangan nilai-nilai moral / agama dan sosial dalam diri, kemampuan mengerti dan menerima diri orang lain, serta membantunya untuk memecahkan masalah pribadi yang ditemuinya. Ketepatan bimbingan ini lebih terfokus pada pengembangan pribadi, yaitu membantu para siswa sebagai diri untuk belajar mengenal dirinya, belajar menerima dirinya, dan belajar menerapkan dirinya dalam proses penyesuaian yang produktif terhadap lingkunganya.
Dalam bimbingan pribadi ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut :
pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME
Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangan untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranya masa depan
Pemantapan pemahaman tentang kelamahan diri dan usaha penanggulanganya.
Pemantapan kemampuan mengambil keputusan.
Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambilnya.
Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui lisan maupun tulisan secara efektif
Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif.
Selain jenis – jenis dalam bimbingan, juga terdapat beberapa jenis-jenis layanan dalam bimbingan dan konseling. Berikut uraianya :
Layanan Orientasi; Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
Layanan Informasi; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
Layanan Pembelajaran; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.
Layanan Penempatan dan Penyaluran; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.
Layanan Konseling Perorangan; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
Layanan Bimbingan Kelompok; merupakan layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan.
Layanan Konseling Kelompok; merupakan layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
Bimbingan pribadi-sosial merupakan salah satu bidang bimbingan yang ada di sekolah. Menurut Dewa Ketut Sukardi (1993: 11) mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan.
Sedangkan menurut pendapat Abu Ahmadi (1991: 109) Bimbingan pribadi-sosial adalah, seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat mengahadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya, mengadakan penyesuaian pribadi dan sosial, memilih kelompok sosial, memilih jenis-jenis kegiatan sosial dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial yang dialaminya.
Inti dari pengertian bimbingan pribadi-sosial yang dikemukakan oleh Abu Ahmadi adalah, bahwa bimbingan pribadi-sosial diberikan kepada individu, agar mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan pribadi-sosialnya secara mandiri. Hal senada juga diungkapkan oleh Syamsu Yusuf (2005: 11) yang mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial-pribadi.
Yang tergolong dalam masalah-masalah sosial-pribadi adalah masalah hubungan dengan sesama teman, dengan dosen, serta staf, permasalahan sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal dan penyelesaian konflik.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan suatu bimbingan yang diberikan oleh seorang ahli kepada individu atau kelompok, dalam membantu individu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan.